Entah apa yang dipikirkan oleh beberapa orang tua ini. Mereka rela menjadikan anaknya sebagai kelinci percobaan demi membenarkan teori penelitiannya. Yang lebih miris lagi, eksperimen-eksperimen yang dilakukan ini cukup mengerikan. Bukannya kasihan, mereka malah senang berhasil membutikkan teorinya.
Menyuntikkan nanah penderita cowpox (penyakit kudis) ke anaknya
Pada akhir abad ke-18, seorang dokter Inggris, Edward Jenne berusaha membutikkan teori anehnya. Ia percaya bahwa penyakit smallpox (penyakit cacar berupa bisul merah-merah) dapat diatasi dengan nanah penderita cowpox.
Cowpox merupakan penyakit cacar dari sapi yang menyebabkan penderitanya mengalami kudis di tangan. Pada saat itu teknologi belum terlalu canggih, sehingga penyakit cacar smallpox dikaegorikan sebagai penyakit yang mematikan.
Untuk membuktikan teorinya, Jenner menjadikan anaknya sebagai kelinci percobaan. Ia menyayat tangan anaknya dan menyuntikkan nanah dari penderita cowpox. Seminggu setelah itu, anaknya mengalami sakit demam, nyeri, dan tidak nafsu makan. Namun keesokan harinya, anaknya sembuh.
Setelah anaknya sembuh, Jenner pun menyuntikkan virus cacar smallpox ke dalam tubuh anak tersebut. Dalam percobaan yang kedua ini, anaknya tidak mengalami gejala apapun. Dapat dikatakan tubuhnya telah kebal. Jenner berhasil membutikkan bahwa vaksin cowpox dapat melawan penyakit cacar smallpox, tentunya berkat pengorbanan anaknya.
2
3
4
5
Mengurung anaknya demi mengajari bahasa yang nyaris punah
Pada tahun 1880, seorang yahudi bernama Eliezer Ben Yehuda berimigrasi ke Palestina. Ia mendapati bahasa yang digunakan penduduk Palestina berbeda dengan bahasa yang ia gunakan.
Eliezer dan keluarganya menggunakan bahasa Hebrew, yaitu bahasa dari nenek moyangnya yang hampir punah saat itu. Demi melastarikannya, Eliezer memutuskan untuk mengajari anaknya bahasa Hebrew tersebut. Namun cara pembelajaran yang ia berikan ke anaknya sedikit ekstrem.
Ia mengajari anaknya setiap hari agar cepat menguasai bahasa tersebut. Bahkan, ia juga mengurung anaknya dengan melarang keluar rumah agar tidak terpengaruh bahasa lain. Metode ekstrem ini berhasil. Alhasil, kini bahasa Hebrew menjadi bahasa nasional Palestina.
Memanfaatkan anak untuk kebenaran teori evolusi manusia
Charles Darwin adalah salah satu ilmuwan Biologi yang sangat dikenal dengan teori evolsinya. Namun tahukah kalian dibalik teori yang fenomenal tersebut tersimpan cerita yang cukup mengejutkan.
Ternyata Darwin menggunakan anaknya sebagai objek penelitian untuk mendukung teorinya tersebut. Ia selalu memperhatikan dan mencatat setiap gerak-gerik anaknya. Bahkan, Darwin juga mengajak anaknya ke kebun binatang dan menakut-nakutinya. Lalu ia mencatat pola dan reaksi anaknya. Meskipun cara penelitiannya cukup aneh, namun teori Darwin berhasil diakui dunia.
Menyengatkan ubur-ubur mematikan pada anaknya
Pada tahun 1964, Australia mengalami kondisi berbahaya yang dikenal dengan sindrom Irkandji. Awalnya, penyakit ini tidak ditemukan obatnya karena belum ada yang mengetahui penyebab sindrom tersebut.
Salah satu peneliti bernama Jack Barnes mencurigai bahwa penyebab sindrom Irkandji adalah ubur-ubur kotak. Dan sebagaimana kita tahu, ubur-ubur kotak adalah spesies paling mematikan di planet ini. Namun hal itu tak membuat Barnes ketakutan dan khawatir. Ia malah menangkap ubur-ubur kotak tersebut.
Dan parahnya lagi, ia menyengatkan ubur-ubur kotak itu pada anaknya, salah seorang perenang, dan dirinya sendiri. Hal itu dilakukan demi memastikan bahwa ubur-ubur kotak adalah penyebab sindrom Irkandji.
Tak ayal, ketiga orang tersebut langsung dilarikan ke rumah sakit.Tapi untungnya nyawa mereka dapat terselamatkan. Ternyata memang benar, ubur-ubur kotak itulah penyebab sindrom irkandji. Untuk menghormati penemuannya, ubur-ubur mematikan tersebut dinamakan Carukia barnesi.
Anak dibesarkan dan diperlakukan sama dengan simpanse
Pada tahun 1930-an, seorang ilmuwan bernama Winthrop Kellogg sangat penasaran dengan pola kehidupan simpanse. Ia berpikir bahwa simpanse dapat berperilaku seperti manusia apabila dibesarkan di kalangan manusia.
Akhirnya, ia pun memutuskan mengadopsi bayi simpanse bernama "Gua" dan membesarkannya bersama bayi laki-laki bernama "Donald". Ia mencoba mengamati pengaruh perlakuan manusia terhadap tumbuh kembang simpanse.
Sedari awal, ilmuwan ini memberikan perlakuan yang sama kepada bayi laki-laki dan simpanse. Mulai dari makanan, pakaian, dan tindakan-tindakan lainnya. Setelah beberapa tahun kemudian, ilmuwan tersebut mendapatkan hasilnya.
Pada awalnya, simpanse memang berlaku seperti manusia. Sayangnya, lama-kelamaan, simpanse ini kembali ke kodratnya sebagai hewan. Ia tidak bisa berperilaku layaknya manusia.
Lalu bagaimana dengan nasib bayi laki-lakinya? Bayi laki-laki tersebut tumbuh dengan berperilaku menyerupai simpanse. Ya, percobaan ilmuwan tersebut gagal! Mirisnya lagi, tingkah laku sang anak kini menjadi seperti hewan.
Berikut cuplikan videonya:
***
Nah, itulah 5 eksperimen mengerikan yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Apapun alasannya, menjadikan anak sebagai kelinci percobaan adalah perbuatan yang tidak manusiawi. Semoga di era modern ini tidak ada lagi kasus-kasus seperti diatas. Apalagi sampai menyiksa dan membunuh anak sendiri.
0 comments:
Post a Comment